Sebagian besar pemimpin baru, cepat atau lambat akan menghadapi beberapa sandungan di tahun pertama mereka menjalankan peran manajerialnya. Di sinilah peran penting on-boarding process (proses orientasi) dalam mendampingi para manajer baru. Proses orientasi ini ditujukan memberikan dukungan dan umpan balik sehingga para manajer ini berhasil mengatasi hambatan di dalam menjalankan perannya. Program orientasi yang efektif juga sebagai sistem peringatan dini untuk mencegah manajemen dan organisasi tergelincir pada resiko, kesalahan, atau kegagalan.
Riset terhadap praktik manajemen di berbagai organisasi menunjukkan bahwa proses orientasi harus melibatkan dan didukung oleh intervensi terstruktur yang dilakukan selama interval tahun pertama seseorang menjalankan peran manajerialnya. Namun faktanya, proses ini diberikan hanya pada awal seseorang masuk ke pekerjaan. Keterlibatan proaktif dari pemangku kepentingan (rekan sejawat, atasan, senior advisor) menjadi faktor penting keberhasilan program ini. Efektifitas keterlibatan akan sepenuhnya bergantung pada kualitas interaksi antara manajer baru dan seluruh pemangku kepentingannya. Pemangku kepentingan harus memiliki ‘ownership’ yang tinggi terhadap keseluruhan proses dalam program orientasi.
Organisasi bisa melakukan self-assessment untuk menilai seberapa baik on-boarding process yang telah diberikan kepada para talenta eksekutifnya. Berikut ini beberapa pertanyaan penting yang perlu diajukan dalam asesmen ini. Apakah organisasi memperlakukan orientasi sebagai satu kali pelaksanaan program atau sebagai proses yang bersifat longitudinal? Sejauhmana program intervensi yang dilakukan, mulai dari penggunaan metode yang terintegrasi, coaching mentoring, hingga umpan balik formal? Apakah semua pemangku kepentingan dilibatkan secara proaktif dalam proses yang transparan sehingga menghasilkan umpan balik konstruktif dan target yang dipahami secara jelas? Apakah intervensi berkala dilakukan selama proses orientasi? Apakah program orientasi ini disusun berdasarkan pembelajaran kritis dan pemberian umpan balik, atau bersifat lebih top-down, atau sekedar mengacu pada kalender organisasi? Apakah intervensi dilakukan tepat waktu, yang memungkinkan eksekutif baru mendapatkan umpan balik yang kritis dan valid sehingga ia dapat merespon secara konstruktif dan kredibel?
Program orientasi seringkali diperuntukkan hasil perekrutan eksekutif eksternal. Padahal promosi internal pun bisa mendapatkan manfaat besar dari program ini. Memang benar, pegawai internal umumnya memiliki pemahaman yang lebih baik tentang budaya organisasi. Namun perlu dipahami bahwa tuntutan peran kepemimpinan manajerial sama besarnya antara pegawai internal maupun pegawai eksternal. Oleh karena itu, organisasi perlu melihat kembali apakah promosi internal ini diperlakukan secara berbeda? Apakah organisasi menganggap manajerial internal ini tidak membutuhkan dukungan orientasi? Bagaimana pola yang terjadi ketika promosi internal mengalami kegagalan? Apa yang dapat dilakukan secara lebih proaktif dan konstruktif untuk membantu pegawai internal agar dapat mengambil manfaat besar dalam proses orientasi?
Sahabat pembelajar, bagaimana implementasi program orientasi di organisasi Anda? Silahkan share best practices Anda pada kolom komentar dibawah.
Riset terhadap praktik manajemen di berbagai organisasi menunjukkan bahwa proses orientasi harus melibatkan dan didukung oleh intervensi terstruktur yang dilakukan selama interval tahun pertama seseorang menjalankan peran manajerialnya. Namun faktanya, proses ini diberikan hanya pada awal seseorang masuk ke pekerjaan. Keterlibatan proaktif dari pemangku kepentingan (rekan sejawat, atasan, senior advisor) menjadi faktor penting keberhasilan program ini. Efektifitas keterlibatan akan sepenuhnya bergantung pada kualitas interaksi antara manajer baru dan seluruh pemangku kepentingannya. Pemangku kepentingan harus memiliki ‘ownership’ yang tinggi terhadap keseluruhan proses dalam program orientasi.
Organisasi bisa melakukan self-assessment untuk menilai seberapa baik on-boarding process yang telah diberikan kepada para talenta eksekutifnya. Berikut ini beberapa pertanyaan penting yang perlu diajukan dalam asesmen ini. Apakah organisasi memperlakukan orientasi sebagai satu kali pelaksanaan program atau sebagai proses yang bersifat longitudinal? Sejauhmana program intervensi yang dilakukan, mulai dari penggunaan metode yang terintegrasi, coaching mentoring, hingga umpan balik formal? Apakah semua pemangku kepentingan dilibatkan secara proaktif dalam proses yang transparan sehingga menghasilkan umpan balik konstruktif dan target yang dipahami secara jelas? Apakah intervensi berkala dilakukan selama proses orientasi? Apakah program orientasi ini disusun berdasarkan pembelajaran kritis dan pemberian umpan balik, atau bersifat lebih top-down, atau sekedar mengacu pada kalender organisasi? Apakah intervensi dilakukan tepat waktu, yang memungkinkan eksekutif baru mendapatkan umpan balik yang kritis dan valid sehingga ia dapat merespon secara konstruktif dan kredibel?
Program orientasi seringkali diperuntukkan hasil perekrutan eksekutif eksternal. Padahal promosi internal pun bisa mendapatkan manfaat besar dari program ini. Memang benar, pegawai internal umumnya memiliki pemahaman yang lebih baik tentang budaya organisasi. Namun perlu dipahami bahwa tuntutan peran kepemimpinan manajerial sama besarnya antara pegawai internal maupun pegawai eksternal. Oleh karena itu, organisasi perlu melihat kembali apakah promosi internal ini diperlakukan secara berbeda? Apakah organisasi menganggap manajerial internal ini tidak membutuhkan dukungan orientasi? Bagaimana pola yang terjadi ketika promosi internal mengalami kegagalan? Apa yang dapat dilakukan secara lebih proaktif dan konstruktif untuk membantu pegawai internal agar dapat mengambil manfaat besar dalam proses orientasi?
Sahabat pembelajar, bagaimana implementasi program orientasi di organisasi Anda? Silahkan share best practices Anda pada kolom komentar dibawah.
Salam Pembelajar, Vanda Rossdiana, M.Psi.T., CPC, C.Askom, C.ACA.
Founder & CEO People Development Consulting